Rabu, 06 Mei 2015

POTRET BURAM PENDIDIKAN TANAH BASTEM






"Bukan soal apakah ia (merah putih) robek semata,
tapi makna bahwa langit kemerdekaan
belum pernah menaungi mereka
"(Kahar Al –Gifary)


Bastem dan Bastem Utara merupakan dua kecamatan yang berada di daerah kaki gunung latimojong ditanah Luwu, dikenal sebagai daerah yang memiliki pemandangan yang cukup menakjubkan, disana riak air sungai terdengar keras melewati bebatuan sementara pepohonan masih tumbuh rimbun secara bebas, sebuah keindahan, secara sadar keindahan alam belumlah seindah pembangunan manusianya, sebab ternyata anak-anak di Bastem dan Bastem Utara tak mendapatkan pelayanan pendidikan yang sepatutnya, asumsi bahwa keadilan memang sering terpinggirkan dari masyarakat terpencil terjawab secara jelas. Alam yang indah adalah anugrah Tuhan sementara perbaikan manusia adalah kerja manusia, sistem dan pemerintah.

Kenyataan itu membuat kita sulit untuk mengatakan bahwa selama ini telah terjadi pemerataan kualitas pendidkan ditanah Luwu, terkhusus di tanah Bastem, Bastem Utara, Pemerintah boleh berbangga dengan visi dalam RPJMD yang di akhir Tahun 2014 lalu telah melewati pengesahan bersama DPRD Kabupaten Luwu dimana Visi RPJMD sebelumnya seolah telah menunjukkan hasil yang begitu luar biasa sehingga Visi RPJMD untuk Tahun 2014-2019 cukup menambahkan kata “lebih” pada visi tersebut menjadi  “Terwujudnya Kabupaten Luwu Yang “Lebih” Maju, Madiri, Mampu Bersaing Dan Bernuansa Religius”.

Visi tanpa evaluasi mungkin itulah yang menjadi gambaran ketika sebuah fakta perjalanan panjang pembanguan menjejali mata masyarakat, sebuah seremonial gagasan untuk memenuhi kebutuhan penyusunan anggaran, sebuah bayang-bayang kepalsuan dimana keadilan seolah hadir semata dalam bujuk rayu kata yang berderet rapi di kertas-kertas kekuasaan namun pada kenyataannya harus melahirkan sebuah ironi pendidikan  yang begitu memilukan.

Adalah wajah  pendidikan di tanah Bastem yang begitu mencengangkan bahkan melampaui sebuah kekagetan biasa,  di daerah yang memiliki pemandangan yang indah ternyata wajah pendidikan yang dipertontonkan “sebagian” manusia yang melabeli dirinya sebagai pendidik jauh dari rajutan asa, nampak secara nyata dilapangan kebanyakan pendidik kehilangan kebeningan tujuan berbangsa, sekolah bukan lagi ruang pengemban misi sosial kemanusiaan dalam mencerdaskan anak bangsa.

Hampir semua anak bastem belum mengenyam keadilan dalam dunia pendidikan, padahal dalam misi agung  Undang-Undang Dasar 1945 telah menyatakan dan mensyratkan secara jelas bahwa salah satu tujuan bernegara adalah "Mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia", jika melihat apa yang terjadi di Bastem maka kita akan bertanya peran negara sebenarnya berada dimana, padahal jhon locke dan montesque telah jauh sebelumnya memberikan wejangannya tentang fungsi negara dalam ruang separation powernya tentang bagaimana peran-peran lembaga kekuasaan dalam bernegara.

Kodisi ini merupakan Bencana terbesar bagi masyarakat bastem dan batem utara sebab bagunan awal peradaban yang dinamai pendidikan telah mengalami kompleksitas masalah yang  begitu akut, nampak pendidikan bukan lagi menjadi pondasi awal untuk membangun sumber daya manusia sehingga   jangan kan membangun harapan akan perubahan yang lebih baik, memimpikannya pun hanyalah sebuah fatamorgana, sebuah kenyataan yang harus kita lihat bahwa pendidikan yang sering diagungkan untuk melakukan perbaikan kualitas sumber daya manusia dalam faktanya tidak lah selalu demikian

Bencana yang melanda pendidikan di tanah Bastem dan Bastem Utara adalah sebuah ironi yang dibangun oleh  pemerintah, sehingga membuat hal tersebut telah berlangsung cukup lama, sebuah kondisi jika semua orang melihatnya secara langsung akan bertanya, apakah ini sebuah kenyataan, ditengah kebanggaan pembangunan sumber daya manusia yang di klaim telah mengalami perbaikan luar biasa di tanah Bastem, sehingga RPJMD 5 Tahunan pemerintah kabupaten Luwu di periode pertama tinggal ditambahi kata lebih yakni “Terwujudnya Kabupaten Luwu Yang lebih Maju, Madiri, Mampu Bersaing Dan Bernuansa Religius”.??
 

Terwujudnya Pengabaian Pendidikan

Pengabaian terhadap kondisi pendidikan di tanah bastem bengitu nyata, hasil investigasi yang dilakukan dari sekolah-ke-sekolah menampakkan wajah pelayanan pendidikan yang sungguh sangat jauh dari impian, bayangan bahwa pendidikan  sebagai ruang menata pola pikir anak-anak bangsa tidak tampak, anak-anak sekolah yang harus rela menempuh perjalanan jauh untuk mendapatkan pengetahuan tapi tak mendapatkan apa-apa selain dari lebih banyak mengalami kelelahan, yang berujung pada sebuah pertanyaan benarkah pendidikan itu diciptakan untuk mencerdaskan kehidupan anak bangsa ataukah malah sebaliknya

Keresahan yang sudah begitu lama dimasyarakat tersebut nampaknya tidak mampu dijembatani dan diselesaikan  oleh anggota DPRD luwu dan pemerintah Kabupaten Luwu dibawah kepemimpinan Andi Mudzakkar, sehingga menyebabkan hal tersebut berlangsung semakin memprihatinkan, ada dosa demokrasi, dosa kolektif atas panggung ironi yang diciptakan oleh kekuasaan, anak-anak dan orang tua siswa nyata memasuki ruang ketidak adilan dan memuspus harapan mereka.

Dari beragam permasalahan tersebut, beberapa pesoalan mencuat bahwa sebagaian kepala sekolah di sekolah-sekolah yang ada di Bastem berdomisili diluar Bastem , sehingga ada yang hanya masuk sekali dalam setahun, ada Sekolah Dasar yang hanya memiliki 1 tenaga pengajar dan harus menghadapi siswa 6 kelas, ada honorer yang selama 2 Tahun lebih tak pernah masuk padahal masuk dalam kategori 2, dari hasil investigasi dijumpai sebagian  tenaga honorer yang aktif  hanya mendapat honor mengajar yang sangat tidak layak, ada juga beberapa orang yang jarang masuk sekolah, dan  berdomisili diluar Bastem dan Bastem Utara namun mendapat tunjangan terpencil, kondisi ini membuat proses pendidikan berjalan sangat tidak normal, anak-anak bangsa di Tanah Bastem dan Bastem lagi menemukan ruang kelas sebagai ruang merawat dan menata harapan di masa yang akan datang.


Menyelamatkan Anak Bangsa

Mengapa maslah pendidikan di Bastem dan Bastem Utara menjadi sebuah benang kusut bertahun-tahun, setidaknya ada beberapa faktor yang membuat hal tersebut terjadi, faktor utama yang patut dijadikan penyebabnya adalah adanya pengelolaan pendidikan ditanah bastem yang benar-benar tidak tersistem. Pemerintah dan Anggota DPRD Kabupaten Luwu belum pernah merancang sebuah aturan daerah untuk menyelamatkan dan menata pendidikan ditanah bastem agar ruang keadilan pendidikan benar-benar dapat terdistribusikan kepada masyarakat Bastem dan Bastem Utara.

Faktor ke-dua adalah pemberian honorer serta tunjangan daerah terpencil yang tidak memuat rasa keadilan, banyak yang mendapat tunjangan daerah terpencil padahal mereka adalah tenaga pengajar yang jarang masuk mengajar. Sementara sebagian honorer yang aktif dan mencoba bertahan mengabdikan  ilmunya harus tersisih dari hak-hak  yang mestinya mereka dapatkan, mungkin benar ”keadilan” hanya berlaku bagi mereka yang dekat dengan kekuasaan.

Atas permasalahan tersebut Pemerintah Daerah Luwu dengan pihak Legislatif harus menyelesaikan permasalahan pendidikan ditanah Bastem dengan melakukan telaah mendalam lalu mengeluarkan kebijakan daerah yang mampu memberi solusi atas ironi pendidikan di Tanah Bastem dan Bastem Utara, kita berharap ada kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah terkait kontrak tenaga Honorer di Tanah Bastem dan Bastem Utara , peran Perda ini sangat diharapkan sebagai bagian dari perangkat hukum yang mengikat setiap pendidik sehingga berujung pada kepastian pelayanan pendidikan, kepastian harapan, serta kepastian bahwa mereka masih tetap diperdulikan oleh Negara.


Oleh: Kahar Al-Gifary  (Kord. Divisi Hukum dan Pendidikan PABLIK Luwu Raya)

Sabtu, 07 Februari 2015

PABLIK masuk MSF Forum Peduli Pendidikan Kota Palopo

Ket: Pengurus PABLIK  (kiri) bersama MSF Forum Peduli Pendidikan Kota Palopo




Multi Stakholder Forum (MSF) menyampaikan komitmen kepada Kadis Pendidikan Palopo Akram Risa di ruang kerjanya. Komitmen ini merupakan tindak lanjut hasil Lokakarya Penguatan Partisipasi Masyarakat Dalam Tata Kelola Program Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) yang dilaksanakan oleh Bappeda dan USAID-Kinerja di kantor Bappeda Palopo pada 28-29 Januari lalu.

MSF yang terdiri atas dewan pendidikan, LSM, Kepala sekolah, Media, PGRI, Dinas pendidikan, Bappeda menyusun komitmen besama dalam RTL diantaranya: Pembentukan forum peduli pendidikan kota Palopo (MSF), Menghitung ulang BOSP kota Palopo, Mengawasi implementasi BOSP kota Palopo, Mendorong Dinas Pendidikan untuk menerbitkan regulasi pendidikan terkait BOSP.

Beberapa waktu lalu Muntajid Billah selaku senior Governance Advisor USAID-Kinerja menjelaskan tujuan lokakarya BOSP ini untuk memberi penjelasan terkait tehnis dalam penyusunan evaluasi, perencanaan, penyusunan, hingga pengawasan implementasi anggaran BOSP. Sehingga arah BOSP memberi hak-hak peserta didikan untuk mendapatkan pendidikan. Peningkatan pelayanan, tata kelola, dan pengawasan pendidikan mengarah kepada kebutuhan pendidikan yang layak bagi peserta didik.

Staf Bidang Pendidikan dan Hukum Pusat Kajian dan Advokasi Kebijakan Publik (PABLIK) Muh. Islam menjelaskan Forum ini perlu sebuah setrategi kerja yang baik dalam mengawal dan mengawasi implementasi perencanaan, penyusunan, dan implementasi anggaran pendidikan. Mneurutnya sampai hari ini masih ada temuan-temuan kesalahan di tingkat sekolah. selain itu perlunya penekanan Pemkot Palopo terhadap sekolah dalam bentuk regulasi yang menjadi patokan dalam pelaksanaan pendidikan di Kota Palopo.

"forum pendidikan ini harus memiliki kerja yang baik dalam mengawal pendidikan di Kota Palopo, namun sekali lagi dalam hal ini perlu ada sebuah regulasi yang menjadi sebuah pengawalan terhadap pelaksanaan sampai pada visi pendidikan paripurna".

Sementara itu Kadis Pendidikan kota Palopo menyambut baik keberadaan forum pendidikan kota Palopo yang mengalang semua unsur penduli pendidikan, hingga diharapkan dapat meningkatkan pelayanan dan tatakelola pendidikan di kota Palopo. Dalam tahun Pemkot Palopo telah menganggarkan lebih dari 60% untuk pendidikan.
“Harapan saya dengan adanya forum ini dapat memberi masukan dalam bidang pendidikan termasuk isu-isu pendidikan di masyarakat dapat menjadi masukan pada dinas pendidikan melalui forum ini”.

Sabtu, 24 Januari 2015

Opini Pengurus PABLIK: Kekuasaan "Menambang" Rakyat


Opini ini ditulis oleh Kahar Al Ghifari terkait kasus PT. Harpia di Desa Kadong-kadong Kec. Bajo Barat.


Ket: Kahar Al Ghifari (Kord. Divisi Hukum dan Pendidikan PABLIK Luwu Raya)



Kabut kegelapan sebagian jajaran Pemerintahan Kabupaten Luwu mulai terkuak,keberadaan   PT Harpiah Graha Perkasa sebagai pemilik tambang galian C dan Pembuat bahan pengaspalan yang menyokong hampir seluruh proyek pembanguan jalan di Luwu nampaknya telah sampai pada sebuah titik akhir untuk segera dihentikan,  hampir 4 tahun perusahaan yang menguras kekayaan alam di Bajo Barat itu  ternyata tidak memiliki Izin penggunaan Jalan Umum dari Pemerintah Kabupaten Luwu, sebagai prasyarat mutlak yang diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 34 tahun 2008 Tentang Jalan dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum,namun selama hampir 4 tahun Tanpa izin penggunaaan jalan umum tersebut PT Harpiah justru bebas beroperasi melintasi jalan umum di Bajo Barat.

Keberadaan tambang yang tidak mendapatkan izin penggunaan jalan umum ini menjadi sebuah petanda serius akan kegagalan pemahaman Pemerintah Kebupaten Luwu dalam mejalankan fungsinya untuk melaksanakan aturan perundang-undangan yang ada sebagai tools social control dan tools social engineering dalam menjalankan pemerintahan ,kegagalan memahami aturan dan peran Hukum mengakibatkan produk hukum yangberfungsi sebagai alat control dan alat perekayasa perubahan sosial tidak berjalan , ataukah  mungkin   simulasi kepura-puraan akan ketidak tahuan hukum tersebut menjadikan sebuah hal yang patut dicurigai, benarkah Pemerintah Kabupaten Luwu di bawah kepemimpinan Andi Mudzakkar yang telah berlangsung selama hampir2 periode akan mampu mensejahterakan masyarakatnya atau paling tidak mampu memihak kepada regulasi yang ada dalam melakukan tata kelola keberadaan tambang di Tanah Luwu.

Keruh di Hulu

Hampir selama  4 tahun kegiatan pengangkutan dengan menggunakan ataumelintasi jalan umum, menjadi hal yang dipertontonkan olehPT Harpiah, laju roda-roda kendaraan truk seolah tanpa dosa melintas diatas lubang-lubang jalanan Bajo Barat. Kegiatan tambang galian C, pabrik pemecah batu dan pembuatan bahan pengaspalan olehPT Harpiah tersebut juga telah membuat sebagian lahan perkebunan dan sawah masyarakat hilang, merusak  Daerah AliranSungai (DAS) Suso, merusak  jalan umum,serta menimbulkan polusi yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan.

Segudang permasalahan yang muncul tersebut, sebenarnya bisa diantisipasi oleh pemerintah Kabupaten Luwu jika sejak  berdirinya tambang galian C dan Pabrik pembuatan bahan pengaspalan yang ada di Desa Kadong-Kadong, Dinas Perhubungan dan Dinas Pertambangan dan Energi melakukan tugasnya secara benar dengan mengikuti aturan yang ada, akan tetapi pada kenyataannya berbagai kabut permasalahan yang diakibatkan oleh PT Harpiah ternyata  diakibatkan oleh kekeruhan pengetahuan Hukum oleh Dinas Terkait, “Kekeruhan di Hulu”, Yang mengakibatkan masyarakat  harus mendapatkan dampak akibat kekeruhan pengetahuan hukum atas beroperasinya PT Harpiah yang tidak memiliki izin penggunaan jalan umum selama hampir 4 Tahun, lalu dimanakah aparatur kekuasaan selama itu?

4Tahun tanpa ada izin penggunaan jalan umum PT Harpiah juga ternyata tidak memberikan sumbangsih sepeserpun bagi Pendapatan Asli Daerah Luwu. Tambang yang diharapkan memberikan efek timbal balik bagi masyarakat nyatanya justru menjadi sebuah  ancaman bagi keberlangsungan hidup masyarakat, sebuah ironi dimana kekuasaan yang tidak berfungsi dengan benar pada akhirnya melahirkan “kekuasaan yang menambang rakyatnya sendiri”.

Setelah kabut gelap PT Harpiah mulai dikuak  olehDPRD Kabupaten Luwu, dimana sebelumnya juga Forum Masyarakat Bajo Barat telah melakukan hearing di DPRD untukmempertanyakan keberadaan tambang tersebut, tiba-tiba Dinas PengelolalaanSumber Daya Air (PSDA) dan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Luwu ingin melakukan kunjungan ke lokasi untuk melihat potensi pencemaran lingkungan serta memasang patok luasan tambang galian C PT Harpiah, bukankah bagi masyarakat wajah pemerintahan seperti inilah yang sangat menakutkan, hal yang harusnya dilakukan sejak awal sebelum beroperasinya PT Harpiah justru baru dilakuan setelah ditemukan beragam masalah selama 4 Tahun perusahaan itu beroperasi, lagi –lagi keruh di hulu (baca eksekutif) membuat kita tak bisa menaruh harapan besar bagi pemerintahan Daerah Luwu.

Penegakan Hukum 

Jika tidak ingin mendapat reaksi kecaman dari masyarakat atau melahirkan opini bahwa PT Harpiah yang ada di KecamatanBajo Barat memiliki hak imunitas tersendiri tatkala melakukan pelanggaran hukum dan tidak  bisa tersentuh oleh aparat hukum,maka Keberadaan PT Harpiah yang melewati jalan umum kabupaten selama hampir 4tahun tanpa mengantongi Izin penggunaan jalan dari pemerintah kabupaten luwu,perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah kabupaten Luwu, mulai dari tindak pidananya,ganti rugi lahan warga dan akumulasi kerugian pemerintah akibat kerusakan jalan umum selama PT Harpiah menggunakan jalan tanpa izintersebut.

Penegakan hukum yang tegas tanpa pandang bulu diharapkan dapat melahirkan efek jera bagi perusahaan tambang yang mempermainkan atau melanggar Undang-Undang, selain itu  Pemerintahan Daerah Kabupaten Luwu dibawah kepemimpinan Andi Mudzakkar harus melakukan evaluasi secara serius terhadap semua dinas yang terkait yang selama hampir 4 Tahun tidak memantau dan sangat terkesan membiarkan penggunaan jalan Umum di Kecamatan Bajo Barat yang tidakmengantongi izin, serta Dinas terkait yang tidak memantau kerusakan DAS Suso serta dampak Limbah industri bagilingkungan dan masyarakat.

Berdasarkan UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, pada pasal 1 angka 5 disebutkan bahwa “ jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum”,dan pasal 1 angka 6 disebutkan “Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi,badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri”.Berdasarkanketentuan pasal 1 angka 5 dan 6 UU No. 38 Tahun 2004 sangat jelas bahwa jalan umum diperuntukan bagi lalu lintas umum dan bukan untuk kepentingan badan usaha untuk kepentingan sendiri.

Atas dasar aturan tersebut Kementerian Pekerjaan Umum telah mengeluarkan regulasiterkait  pemanfaatanjalan umum yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2011 tentang pedoman pemanfaatan dan penggunaan bagian-bagian jalan. DalamPeraturan Menteri tersebut telah mengatur dan memberikan syarat tertentu yang harus dipenuhi bagi penggunaan jalan umum untuk kegiatan diluar dari peruntukan jalan umum, dan pihak yang berwenang untuk memberikan izin penggunaan jalan umum  (Jalan Kabupaten/kota) harus melalui izin Bupati/Walikota (dinas terkait). Pemberian izin ini harus memenuhi syarat diantarnya harus ada perbaikan jalan umum 

Sanksi Pidana dan Penegakkan Hukum atas  atas penggunaan jalan umum kabupaten tanpa izin  telah diatur dalam peraturan perundang-undangan secara tegas bahwa  Perusahaan yang  menggunakan jalan umum tanpa izin dijerat dengan undang-undang Nomor 38Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009. Unsur pidana yang dilakukan perusahaan menurut pasal 63 ayat(1) dan ayat (2) UU no 38 tahun 2004 sudah terpenuhi yaitu setiap orang(termasuk dalam hal ini yang mewakili perusahaan) dengan sengaja (secara sadar atau dengan tanpa izin),melakukan kegiatan (pengangkutan bahan pengaspalan dan sirtu), yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan dalam ruang manfaat jalan(menganggu fungsi jalan umum untuk kepentingan lalu lintas umum), Demikan pula telahterpenuhi unsur pidana yang dilakukan oleh perusahaan menurutpasal 274ayat (1) yaitu setiap orang(termasuk dalam hal ini yang mewakili perusahaan) yang melakukan perbuatan (melakukan pengangkutan bahan pengaspalan dan sirtu) yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan (pengangungkuatan bahan pengaspalan dan sirtu menggunakan jalan umum telah mengakibat kerusakan jalan dan menggangu fungsi jalan umum).

Semoga tak ada kekebalan Hukum bagi perusahaan yang mengeksploitasi kekayaan alam tanpa ada timbal balik perbaikan jalan umum dan PAD bagi Pemerintah Daerah, kita tinggal menanti apa yang akan dilakuakan oleh Pemerintah DaerahKabupaten Luwu untuk menguji  opini yangberedar dimasyarakat bahwa kekuasaan selalu tertunduk  lesu dihadapan  pemilik tambang karena memiliki kekuatan modal,kita patut khawatir jangan jangan benar bahwa “kekuasaanlah yang telah menambang Rakyat”.


(Diterbitkan di Palopo Pos 19 Januari 2015)


Rabu, 07 Januari 2015

RILIS BEDAH APBD 2014 KAB. LUWU

Wakil ketua I DPRD (kiri) Arifin A Wajuanna, Direktur PABLIK (kanan) Afrianto Nurdin

Pusat Kajian dan Advokasi Kebijakan Publik (PABLIK) merilis beberapa anggaran pada APBD pokok 2014 Kabupaten Luwu yang dinilai bermasalah utamanya bidang retribusi daerah selama 2014 yang belum masuk dalam anggaran perubahan. Analisis terhadap APBD pokok 2014 sesuai kajian PABLIK dibagi dalam dua bagian yaitu Analisis Pendapatan dan Analisis Belanja. Berikut hasil analisis tersebut: 

Kesimpulan analisis pendapatan :
Dari Perolehan Dana Pendapatan baik dari dana Pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah, dapat disimpulkan bahwa :
1.        Pemerintah daerah kabupaten Luwu masih sangat bergantung terhadap alokasi anggaran          pemerintah propinsi dan pemerintah pusat.
2.           Tidak adanya peningkatan signifikan di beberapa sektor dan tidak adanya target awal yang akan dicapai di beberapa sektor tersebut (misalnya pariwisata,pertambangan dan perhubungan
3.     Dari data PAD yang ada hanya 4 % dari total anggaran secara keseluruhan
4.     Sektor Penerimaan  ;
PAD terbesar ada pada retribusi Daerah yang berasal dari dinas kesehatan dan rumah sakit batara guru ( 12.390.853.200), artinya bahwa sumber pendapatan kita sangat bergantung pada retribusi pelayanan kesehatan
PAD  yang paling  minim sumber penerimaannya (retribus) berasal dari dinas pertambangan dan energi (300.000)
5.                   PAD dari retribusi setiap kecamatan tidak terinci di data APBD 2014, sementara di data 2012 ditemukan 997.000.000 dari retribusi IMB dan izin keramaian berdasarkan PERDA no 16 tahun 2011.
6.             Retribusi daerah dari pos dinas perhubungan (komunikasi dan informatika), di item retribusi perisinan tertentu dari hasil retribusi izin trayek sebesar 15.000.000. (tidak rasional)
7.             Tidak jelasnya proyeksi penerimaan tahun beriukutnya pada  beberapa urusan pemerintahan
Kesimpulan :
Mark Down (Pembuatan estimasi penerimaan)pendapatan yang tidak sesuai dengan potensi yang ada sehingga terjadi potential loss).

Analisis Belanja
Dari belanja langsung semua SKPD, Beberapa pengadaan dari belanja modal di temukan penganggarannya tidak layak :
1.     Pembiayaan belanja aparatur masih lebih menjadi prioritas di banding pelayanan terhadap kebutuhan publik. (Melanggar asas umum)
misalnya:
·         Pada sekertariat daerah (program peningkatan sarana dan prasarana aparatur  dengan kegiatan pengadaaan perlengkapan rumah jabatan.
belanja modal pengadaan karpet rujab bupati  = Rp. 36.000.000 dengan rincian 1 meter karpet =Rp 1.500.000
·         — belanja modal pengadaan kursi tamu Rujab KDH, 1 set = Rp 40.000.000,-
                  dibanding :
·         — Kegiatan pembinaan kelompok ekonomi masyarakat pesisir yang  hanya = Rp 11.400.000
·         — Program peningkatan ketahanan pangan pertanian dengan kegiatan pengembangan desa mandiri pangan = Rp 18.822.500
2.             Beberapa belanja modal masih terulang di pengalokasian anggaran tahun berikutnya
misalnya:
·         — Pengadaan alat – alat angkutan darat sepeda motor (motor trail) 2012-2014
·         — Belanja Modal Pengadaan notebook : 4 unit x RP 18.000.000.
Belanja Modal pengadaan mobil jeep di tahun 2012 sebanyak 2 unit dengan harga per unit = Rp 332.017.500 dan terulang  di anggaran 2014 dengan harga per unit ; Rp 190.000. 000
3.                          Program peningkatan sarana dan prasana, kegiatan pengadaan kendaraan opersional dan pemeiliharaan = 8.291.576.500
4.                          Pada alokasi anggaran sekertariat daerah = 30.544.520.000 sama dengan alokasi anggaran untuk 3 urusan pilihan pemerintah (tanaman pangan, hortikulutura,kehutanan dan perkebunan, pariwisata =30.147.181.868
5.                          Ada beberapa item anggaran tidak terlihat hasil pelaksanaan kegiatannya, misalnya PPID pada (bag.humas&protokol) yang dialokasikan sebesar  : 137.000.000
6.                          Alokasi belanja pada item belanja perjalanan dinas pada setiap kegiatan masih cukup tinggi, kurang lebih 25 miliar/tahun
7.                         Pada belanja pegawai disetiap kegiatan, dialokasikan honorarium PNS, tentunya ini juga mesti menjadi beban anggran karena peruntukannya sangat besar,, padahal di beberapa kementrian dan lemabag pemerintah, per tanggal 1 januari 2014 telah dihapuskan honorarium PNS (PP 46 tahun 2011).

Belanja karpet Rumah Jabatan Bupati dan Kursi tamu yang jauh lebih besar ketimbang pelayanan publik
Direktur PABLIK Aprianto menjelaskan bahwa beberapa anggaran yang dianggap masih memprioritaskan belanja aparatur ketimbang pelayanan masyarakat. Diantaranya belanja karpet Rumah Jabatan Bupati dan Kursi tamu yang jauh lebih besar ketimbang pelayanan publik. Hal ini juga di perparah dengan tingginya biaya pengadaan dan pemeliharaan kendaraan operasional dan biaya perjalanan dinas.
“Pelayanan publik melalui penganggaran APBD sangat rendah di banding belanja aparatur, sebut saja harga karpet Rujab Bupati 1 meter 1,5 juta dengan 36 juta atau setara 24 meter panjang karpet, lebih parahnya lagi perjalanan Dinas baik eksekutif maupun legeslatif yang menggunakan anggaran hingga 25 miliar, kemudian ada biaya pemeliharaan kendaraan operasional lebih tinggi dari biaya pengadaan, contohnya pada Dinas Cipta Marga, harga pengadaan 32 juta sementara pemeliharaannya 50 juta rupiah,” ujar Aprianto kepada Lagaligopos, Senin (29/12/14).

Aprianto melanjutkan, “Hal ini jelas sekali bertentangan dengan arah dan tujuan terkait pelayanan publik, kami dari PABLIK melihat hal ini sebagai sebuah pemborosan anggaran”.

Pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi izin trayek dalam 1 tahun hanya mendapatkan 15.000.000 hal ini dinilai tidak masuk akal. Dengan rincian 15.000.000:12 bulan :30 hari maka anak mendapatkan dalam 1 bulan izin trayek mendapatkan 1.250.000 dan perharinya hanya mendapatkan 41.700.

“Jika perharinya hanya mendapatkan 41.700 dari izin trayek sangat tidak masuk akal karna kenyataan dilapangan ada puluhan kendaraan seperti mobil peti kemas, pengangkut kendaraan lalu lalang di daerah Luwu sementara pemungutan retribusi izin trayek di Kabupaten Luwu berada di dua tempat”.

Afrianto selaku direktur PABLIK juga menyoroti masalah transparansi di Kabupaten Luwu yang selama ini cenderung tertutup, termasuk ketiadaan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi yang sampai hari ini tidak pernah ada di Kabupaten Luwu. Dalam APBD 2014 anggaran nutuk PPID sebesar 137.000.000 namun tidak terlihat item pelaksanaan kegiatan atau sama sekali tidak dilaksanakan.
“PPID adalah suatu kewajiban bagi pemerintah daerah, namun hal ini tidak pernah ada di Kabupaten Luwu, bahkan di tahun 2014 dianggarkan sebesar 137 juta  namun tidak pernah dilaksanakan,” terang Aprianto

Data yang di rilis oleh PABLIK ini masih Anggaran pokok 2014 yang berasal dari retribusi daerah belum termauk dalam anggaran perubahan 2014.