Opini ini ditulis oleh Kahar Al Ghifari terkait kasus PT. Harpia di Desa Kadong-kadong Kec. Bajo Barat.
Ket: Kahar
Al Ghifari (Kord. Divisi Hukum dan Pendidikan PABLIK Luwu Raya)
Kabut
kegelapan sebagian jajaran Pemerintahan Kabupaten Luwu mulai
terkuak,keberadaan PT Harpiah Graha Perkasa sebagai pemilik tambang
galian C dan Pembuat bahan pengaspalan yang menyokong hampir seluruh proyek
pembanguan jalan di Luwu nampaknya telah sampai pada sebuah titik akhir untuk
segera dihentikan, hampir 4 tahun perusahaan yang menguras kekayaan alam
di Bajo Barat itu ternyata tidak memiliki Izin penggunaan Jalan Umum dari
Pemerintah Kabupaten Luwu, sebagai prasyarat mutlak yang diamanahkan oleh
Undang-Undang Nomor 34 tahun 2008 Tentang Jalan dan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum,namun selama hampir 4 tahun
Tanpa izin penggunaaan jalan umum tersebut PT Harpiah justru bebas beroperasi
melintasi jalan umum di Bajo Barat.
Keberadaan
tambang yang tidak mendapatkan izin penggunaan jalan umum ini menjadi sebuah
petanda serius akan kegagalan pemahaman Pemerintah Kebupaten Luwu dalam
mejalankan fungsinya untuk melaksanakan aturan perundang-undangan yang ada
sebagai tools social control dan tools social engineering dalam menjalankan
pemerintahan ,kegagalan memahami aturan dan peran Hukum mengakibatkan produk
hukum yangberfungsi sebagai alat control dan alat perekayasa perubahan sosial
tidak berjalan , ataukah mungkin simulasi kepura-puraan akan
ketidak tahuan hukum tersebut menjadikan sebuah hal yang patut dicurigai,
benarkah Pemerintah Kabupaten Luwu di bawah kepemimpinan Andi Mudzakkar yang
telah berlangsung selama hampir2 periode akan mampu mensejahterakan
masyarakatnya atau paling tidak mampu memihak kepada regulasi yang ada dalam
melakukan tata kelola keberadaan tambang di Tanah Luwu.
Keruh di Hulu
Hampir
selama 4 tahun kegiatan pengangkutan dengan menggunakan ataumelintasi
jalan umum, menjadi hal yang dipertontonkan olehPT Harpiah, laju roda-roda
kendaraan truk seolah tanpa dosa melintas diatas lubang-lubang jalanan
Bajo Barat. Kegiatan tambang galian C, pabrik pemecah batu dan pembuatan bahan
pengaspalan olehPT Harpiah tersebut juga telah membuat sebagian lahan perkebunan
dan sawah masyarakat hilang, merusak Daerah AliranSungai (DAS) Suso,
merusak jalan umum,serta menimbulkan polusi yang bisa menyebabkan
gangguan kesehatan.
Segudang
permasalahan yang muncul tersebut, sebenarnya bisa diantisipasi oleh pemerintah
Kabupaten Luwu jika sejak berdirinya tambang galian C dan Pabrik
pembuatan bahan pengaspalan yang ada di Desa Kadong-Kadong, Dinas Perhubungan
dan Dinas Pertambangan dan Energi melakukan tugasnya secara benar dengan
mengikuti aturan yang ada, akan tetapi pada kenyataannya berbagai kabut
permasalahan yang diakibatkan oleh PT Harpiah ternyata diakibatkan oleh
kekeruhan pengetahuan Hukum oleh Dinas Terkait, “Kekeruhan di Hulu”, Yang
mengakibatkan masyarakat harus mendapatkan dampak akibat kekeruhan pengetahuan
hukum atas beroperasinya PT Harpiah yang tidak memiliki izin penggunaan jalan
umum selama hampir 4 Tahun, lalu dimanakah aparatur kekuasaan selama itu?
4Tahun
tanpa ada izin penggunaan jalan umum PT Harpiah juga ternyata tidak memberikan
sumbangsih sepeserpun bagi Pendapatan Asli Daerah Luwu. Tambang yang diharapkan
memberikan efek timbal balik bagi masyarakat nyatanya justru menjadi
sebuah ancaman bagi keberlangsungan hidup masyarakat, sebuah ironi dimana
kekuasaan yang tidak berfungsi dengan benar pada akhirnya melahirkan “kekuasaan
yang menambang rakyatnya sendiri”.
Setelah
kabut gelap PT Harpiah mulai dikuak olehDPRD Kabupaten Luwu, dimana
sebelumnya juga Forum Masyarakat Bajo Barat telah melakukan hearing di
DPRD untukmempertanyakan keberadaan tambang tersebut, tiba-tiba Dinas
PengelolalaanSumber Daya Air (PSDA) dan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten
Luwu ingin melakukan kunjungan ke lokasi untuk melihat potensi pencemaran
lingkungan serta memasang patok luasan tambang galian C PT Harpiah, bukankah
bagi masyarakat wajah pemerintahan seperti inilah yang sangat menakutkan, hal
yang harusnya dilakukan sejak awal sebelum beroperasinya PT Harpiah justru baru
dilakuan setelah ditemukan beragam masalah selama 4 Tahun perusahaan itu
beroperasi, lagi –lagi keruh di hulu (baca eksekutif) membuat kita tak bisa
menaruh harapan besar bagi pemerintahan Daerah Luwu.
Penegakan Hukum
Jika
tidak ingin mendapat reaksi kecaman dari masyarakat atau melahirkan opini bahwa
PT Harpiah yang ada di KecamatanBajo Barat memiliki hak imunitas tersendiri
tatkala melakukan pelanggaran hukum dan tidak bisa tersentuh oleh aparat
hukum,maka Keberadaan PT Harpiah yang melewati jalan umum kabupaten selama
hampir 4tahun tanpa mengantongi Izin penggunaan jalan dari pemerintah kabupaten
luwu,perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah kabupaten Luwu, mulai dari
tindak pidananya,ganti rugi lahan warga dan akumulasi kerugian pemerintah
akibat kerusakan jalan umum selama PT Harpiah menggunakan jalan tanpa
izintersebut.
Penegakan
hukum yang tegas tanpa pandang bulu diharapkan dapat melahirkan efek jera bagi
perusahaan tambang yang mempermainkan atau melanggar Undang-Undang, selain
itu Pemerintahan Daerah Kabupaten Luwu dibawah kepemimpinan Andi
Mudzakkar harus melakukan evaluasi secara serius terhadap semua dinas yang
terkait yang selama hampir 4 Tahun tidak memantau dan sangat terkesan
membiarkan penggunaan jalan Umum di Kecamatan Bajo Barat yang tidakmengantongi
izin, serta Dinas terkait yang tidak memantau kerusakan DAS Suso serta
dampak Limbah industri bagilingkungan dan masyarakat.
Berdasarkan
UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, pada pasal 1 angka 5 disebutkan bahwa “
jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum”,dan pasal 1
angka 6 disebutkan “Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi,badan
usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan
sendiri”.Berdasarkanketentuan pasal 1 angka 5 dan 6 UU No. 38 Tahun 2004 sangat
jelas bahwa jalan umum diperuntukan bagi lalu lintas umum dan bukan untuk
kepentingan badan usaha untuk kepentingan sendiri.
Atas
dasar aturan tersebut Kementerian Pekerjaan Umum telah mengeluarkan
regulasiterkait pemanfaatanjalan umum yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 20 Tahun 2011 tentang pedoman pemanfaatan dan penggunaan
bagian-bagian jalan. DalamPeraturan Menteri tersebut telah mengatur dan
memberikan syarat tertentu yang harus dipenuhi bagi penggunaan jalan umum untuk
kegiatan diluar dari peruntukan jalan umum, dan pihak yang berwenang untuk memberikan
izin penggunaan jalan umum (Jalan Kabupaten/kota) harus melalui izin Bupati/Walikota
(dinas terkait). Pemberian izin ini harus memenuhi syarat diantarnya harus ada
perbaikan jalan umum
Sanksi
Pidana dan Penegakkan Hukum atas atas penggunaan jalan umum kabupaten
tanpa izin telah diatur dalam peraturan perundang-undangan secara tegas
bahwa Perusahaan yang menggunakan jalan umum tanpa izin dijerat
dengan undang-undang Nomor 38Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009.
Unsur pidana yang dilakukan perusahaan menurut pasal 63 ayat(1) dan ayat (2) UU
no 38 tahun 2004 sudah terpenuhi yaitu setiap orang(termasuk dalam hal ini yang
mewakili perusahaan) dengan sengaja (secara sadar atau dengan tanpa
izin),melakukan kegiatan (pengangkutan bahan pengaspalan dan sirtu), yang
mengakibatkan terganggunya fungsi jalan dalam ruang manfaat jalan(menganggu
fungsi jalan umum untuk kepentingan lalu lintas umum), Demikan pula
telahterpenuhi unsur pidana yang dilakukan oleh perusahaan menurutpasal 274ayat
(1) yaitu setiap orang(termasuk dalam hal ini yang mewakili perusahaan) yang
melakukan perbuatan (melakukan pengangkutan bahan pengaspalan dan sirtu) yang
mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi jalan (pengangungkuatan bahan
pengaspalan dan sirtu menggunakan jalan umum telah mengakibat kerusakan jalan
dan menggangu fungsi jalan umum).
Semoga
tak ada kekebalan Hukum bagi perusahaan yang mengeksploitasi kekayaan alam
tanpa ada timbal balik perbaikan jalan umum dan PAD bagi Pemerintah
Daerah, kita tinggal menanti apa yang akan dilakuakan oleh Pemerintah
DaerahKabupaten Luwu untuk menguji opini yangberedar dimasyarakat bahwa
kekuasaan selalu tertunduk lesu dihadapan pemilik tambang karena
memiliki kekuatan modal,kita patut khawatir jangan jangan benar bahwa
“kekuasaanlah yang telah menambang Rakyat”.
(Diterbitkan di Palopo Pos 19 Januari 2015)
0 komentar:
Posting Komentar