Rabu, 06 Mei 2015

POTRET BURAM PENDIDIKAN TANAH BASTEM






"Bukan soal apakah ia (merah putih) robek semata,
tapi makna bahwa langit kemerdekaan
belum pernah menaungi mereka
"(Kahar Al –Gifary)


Bastem dan Bastem Utara merupakan dua kecamatan yang berada di daerah kaki gunung latimojong ditanah Luwu, dikenal sebagai daerah yang memiliki pemandangan yang cukup menakjubkan, disana riak air sungai terdengar keras melewati bebatuan sementara pepohonan masih tumbuh rimbun secara bebas, sebuah keindahan, secara sadar keindahan alam belumlah seindah pembangunan manusianya, sebab ternyata anak-anak di Bastem dan Bastem Utara tak mendapatkan pelayanan pendidikan yang sepatutnya, asumsi bahwa keadilan memang sering terpinggirkan dari masyarakat terpencil terjawab secara jelas. Alam yang indah adalah anugrah Tuhan sementara perbaikan manusia adalah kerja manusia, sistem dan pemerintah.

Kenyataan itu membuat kita sulit untuk mengatakan bahwa selama ini telah terjadi pemerataan kualitas pendidkan ditanah Luwu, terkhusus di tanah Bastem, Bastem Utara, Pemerintah boleh berbangga dengan visi dalam RPJMD yang di akhir Tahun 2014 lalu telah melewati pengesahan bersama DPRD Kabupaten Luwu dimana Visi RPJMD sebelumnya seolah telah menunjukkan hasil yang begitu luar biasa sehingga Visi RPJMD untuk Tahun 2014-2019 cukup menambahkan kata “lebih” pada visi tersebut menjadi  “Terwujudnya Kabupaten Luwu Yang “Lebih” Maju, Madiri, Mampu Bersaing Dan Bernuansa Religius”.

Visi tanpa evaluasi mungkin itulah yang menjadi gambaran ketika sebuah fakta perjalanan panjang pembanguan menjejali mata masyarakat, sebuah seremonial gagasan untuk memenuhi kebutuhan penyusunan anggaran, sebuah bayang-bayang kepalsuan dimana keadilan seolah hadir semata dalam bujuk rayu kata yang berderet rapi di kertas-kertas kekuasaan namun pada kenyataannya harus melahirkan sebuah ironi pendidikan  yang begitu memilukan.

Adalah wajah  pendidikan di tanah Bastem yang begitu mencengangkan bahkan melampaui sebuah kekagetan biasa,  di daerah yang memiliki pemandangan yang indah ternyata wajah pendidikan yang dipertontonkan “sebagian” manusia yang melabeli dirinya sebagai pendidik jauh dari rajutan asa, nampak secara nyata dilapangan kebanyakan pendidik kehilangan kebeningan tujuan berbangsa, sekolah bukan lagi ruang pengemban misi sosial kemanusiaan dalam mencerdaskan anak bangsa.

Hampir semua anak bastem belum mengenyam keadilan dalam dunia pendidikan, padahal dalam misi agung  Undang-Undang Dasar 1945 telah menyatakan dan mensyratkan secara jelas bahwa salah satu tujuan bernegara adalah "Mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia", jika melihat apa yang terjadi di Bastem maka kita akan bertanya peran negara sebenarnya berada dimana, padahal jhon locke dan montesque telah jauh sebelumnya memberikan wejangannya tentang fungsi negara dalam ruang separation powernya tentang bagaimana peran-peran lembaga kekuasaan dalam bernegara.

Kodisi ini merupakan Bencana terbesar bagi masyarakat bastem dan batem utara sebab bagunan awal peradaban yang dinamai pendidikan telah mengalami kompleksitas masalah yang  begitu akut, nampak pendidikan bukan lagi menjadi pondasi awal untuk membangun sumber daya manusia sehingga   jangan kan membangun harapan akan perubahan yang lebih baik, memimpikannya pun hanyalah sebuah fatamorgana, sebuah kenyataan yang harus kita lihat bahwa pendidikan yang sering diagungkan untuk melakukan perbaikan kualitas sumber daya manusia dalam faktanya tidak lah selalu demikian

Bencana yang melanda pendidikan di tanah Bastem dan Bastem Utara adalah sebuah ironi yang dibangun oleh  pemerintah, sehingga membuat hal tersebut telah berlangsung cukup lama, sebuah kondisi jika semua orang melihatnya secara langsung akan bertanya, apakah ini sebuah kenyataan, ditengah kebanggaan pembangunan sumber daya manusia yang di klaim telah mengalami perbaikan luar biasa di tanah Bastem, sehingga RPJMD 5 Tahunan pemerintah kabupaten Luwu di periode pertama tinggal ditambahi kata lebih yakni “Terwujudnya Kabupaten Luwu Yang lebih Maju, Madiri, Mampu Bersaing Dan Bernuansa Religius”.??
 

Terwujudnya Pengabaian Pendidikan

Pengabaian terhadap kondisi pendidikan di tanah bastem bengitu nyata, hasil investigasi yang dilakukan dari sekolah-ke-sekolah menampakkan wajah pelayanan pendidikan yang sungguh sangat jauh dari impian, bayangan bahwa pendidikan  sebagai ruang menata pola pikir anak-anak bangsa tidak tampak, anak-anak sekolah yang harus rela menempuh perjalanan jauh untuk mendapatkan pengetahuan tapi tak mendapatkan apa-apa selain dari lebih banyak mengalami kelelahan, yang berujung pada sebuah pertanyaan benarkah pendidikan itu diciptakan untuk mencerdaskan kehidupan anak bangsa ataukah malah sebaliknya

Keresahan yang sudah begitu lama dimasyarakat tersebut nampaknya tidak mampu dijembatani dan diselesaikan  oleh anggota DPRD luwu dan pemerintah Kabupaten Luwu dibawah kepemimpinan Andi Mudzakkar, sehingga menyebabkan hal tersebut berlangsung semakin memprihatinkan, ada dosa demokrasi, dosa kolektif atas panggung ironi yang diciptakan oleh kekuasaan, anak-anak dan orang tua siswa nyata memasuki ruang ketidak adilan dan memuspus harapan mereka.

Dari beragam permasalahan tersebut, beberapa pesoalan mencuat bahwa sebagaian kepala sekolah di sekolah-sekolah yang ada di Bastem berdomisili diluar Bastem , sehingga ada yang hanya masuk sekali dalam setahun, ada Sekolah Dasar yang hanya memiliki 1 tenaga pengajar dan harus menghadapi siswa 6 kelas, ada honorer yang selama 2 Tahun lebih tak pernah masuk padahal masuk dalam kategori 2, dari hasil investigasi dijumpai sebagian  tenaga honorer yang aktif  hanya mendapat honor mengajar yang sangat tidak layak, ada juga beberapa orang yang jarang masuk sekolah, dan  berdomisili diluar Bastem dan Bastem Utara namun mendapat tunjangan terpencil, kondisi ini membuat proses pendidikan berjalan sangat tidak normal, anak-anak bangsa di Tanah Bastem dan Bastem lagi menemukan ruang kelas sebagai ruang merawat dan menata harapan di masa yang akan datang.


Menyelamatkan Anak Bangsa

Mengapa maslah pendidikan di Bastem dan Bastem Utara menjadi sebuah benang kusut bertahun-tahun, setidaknya ada beberapa faktor yang membuat hal tersebut terjadi, faktor utama yang patut dijadikan penyebabnya adalah adanya pengelolaan pendidikan ditanah bastem yang benar-benar tidak tersistem. Pemerintah dan Anggota DPRD Kabupaten Luwu belum pernah merancang sebuah aturan daerah untuk menyelamatkan dan menata pendidikan ditanah bastem agar ruang keadilan pendidikan benar-benar dapat terdistribusikan kepada masyarakat Bastem dan Bastem Utara.

Faktor ke-dua adalah pemberian honorer serta tunjangan daerah terpencil yang tidak memuat rasa keadilan, banyak yang mendapat tunjangan daerah terpencil padahal mereka adalah tenaga pengajar yang jarang masuk mengajar. Sementara sebagian honorer yang aktif dan mencoba bertahan mengabdikan  ilmunya harus tersisih dari hak-hak  yang mestinya mereka dapatkan, mungkin benar ”keadilan” hanya berlaku bagi mereka yang dekat dengan kekuasaan.

Atas permasalahan tersebut Pemerintah Daerah Luwu dengan pihak Legislatif harus menyelesaikan permasalahan pendidikan ditanah Bastem dengan melakukan telaah mendalam lalu mengeluarkan kebijakan daerah yang mampu memberi solusi atas ironi pendidikan di Tanah Bastem dan Bastem Utara, kita berharap ada kebijakan daerah berupa Peraturan Daerah terkait kontrak tenaga Honorer di Tanah Bastem dan Bastem Utara , peran Perda ini sangat diharapkan sebagai bagian dari perangkat hukum yang mengikat setiap pendidik sehingga berujung pada kepastian pelayanan pendidikan, kepastian harapan, serta kepastian bahwa mereka masih tetap diperdulikan oleh Negara.


Oleh: Kahar Al-Gifary  (Kord. Divisi Hukum dan Pendidikan PABLIK Luwu Raya)